Arus penolakan kebijakan pemerintah pusat yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan Tarif Dasar Listrik (TDL) serta pajak kendaraan bermotor dalam pengurusan STNK-BPKB, terus mengalir. Kali ini protes terhadap kebijakan tersebut datang dari kalangan mahasiswa, yang menamakan dirinya sebagai Gerakan Mahasiswa (Gema) Pembebasan Sumsel.
Rahmat Kurniawan, Koordinator Aksi Gema Pembebasan, mengatakan bahwa kebijakan pemerintahan menaikkan harga BBM dan TDL, serta tarif pengurusan baru STNK-BPKB merupakan kado pahit awal tahun yang menyengsarakan rakyat. Untuk itu mereka menyatakan beberapa sikap atas keterpurukan yang terjadi pada rezim Jokowi-JK.
Diantaranya yakni terhadap Kenaikan harga kebutuhan pokok; Kenaikan tarif pajak; pencabutan subsidi TDL dan BBM; serta Defisit anggaran; yang membuat kondisi rakyat melarat dan negara sekarat adalah selama dua tahun kepemimpinan Jokowi-JK.
Menurutnya, yang ditetapkan adalah kebijakan pro terhadap kapital asing dan aseig. Dalam hal ini menunjukkan rezim penguasa sekarang tak berbeda jauh dengan rezim sebelumnya, yakni rezim neolib yang berlindung dibalik cerita wong cilik.
Masa ini juga menyoroti kebijakan liberal yang tertuang dalam kebijakan impor pangan dan tenaga kerja asing;perjanjian penambahan utang luar negeri;serta penjualan dan perpanjangan aset-aset strategi kepada koorporasi asing. Sehingga bangsa ini semakin terjerat jebakan utang, yang tak berkesudahan sembari harus merelakan SDA dan SDE Indonesia terus menerus dikuasai koorporasi asing, rakyat pun terasing di negeri sesndiri.
Menanggapi aksi ini Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumsel M. Yansuri dan Anggota DPRD Mgs.Syaiful Padli menyatakan, secara pribadi dirinya menolak PP Nomor 60 Tahun 2016 yang mengatur kenaikan tarif pengurusan STNK-BPKB tersebut. Namun, karena ini kebijakan pemerintah pusat, sehingga mereka tidak bisa berbuat banyak.